Thursday, March 12, 2009

Abu Nawas Debat Kusir Tentang Ayam

Melihat ayam betinanya bertelur, Baginda tersenyum. Beliau memanggil pengawal agar mengumumkan kepada rakyat bahwa kerajaan mengadakan sayembara untuk umum. Sayembara itu berupa pertanyaan yang mudah tetapi memerlukan jawaban yang tepat dan masuk akal. Barang siapa yang bisa menjawab pertanyaan itu akan mendapat imbalan yang amat menggiurkan. Satu pundi penuh uang emas. Tetapi bila tidak bisa menjawab maka hukuman yang menjadi akibatnya.

Banyak rakyat yang ingin mengikuti sayembara itu terutama orang-orang miskin. Beberapa dari mereka sampai meneteskan air liur. Mengingat beratnya hukuman yang akan dijatuhkan maka tak mengherankan bila pesertanya hanya empat orang. Dan salah satu dari para peserta yang amat sedikit itu adalah Abu Nawas.

Aturan main sayembara itu ada dua. Pertama, jawaban harus masuk akal. Kedua, peserta harus mampu menjawab sanggahan dari Baginda sendiri.

Pada hari yang telah ditetapkan para peserta sudah siap di depan panggung. Baginda duduk di atas panggung. Beliau memanggil peserta pertama. Peserta pertama maju dengan tubuh gemetar. Baginda bertanya,

"Manakah yang lebih dahulu, telur atau ayam?" "Telur." jawab peserta pertama.

"Apa alasannya?" tanya Baginda.

"Bila ayam lebih dahulu itu tidak mungkin karena ayam berasal dari telur." kata
peserta pertama menjelaskan.

"Kalau begitu siapa yang mengerami telur itu?" sanggah Baginda.

Peserta pertama pucat pasi. Wajahnya mendadak berubah putih seperti kertas. ia tidak bisa menjawab. Tanpa ampun ia dimasukkan ke dalam penjara.


Kemudian peserta kedua maju. la berkata,

"Paduka yang mulia, sebenarnya telur dan ayam tercipta dalam waktu yang bersamaan."

"Bagaimana bisa bersamaan?" tanya Baginda.

"Bila ayam lebih dahulu itu tidak mungkin karena ayam berasal dari telur. Bila telur lebih dahulu itu juga tidak mungkin karena telur tidak bisa menetas tanpa dierami." kata peserta kedua dengan mantap.

"Bukankah ayam betina bisa bertelur tanpa ayam jantan?" sanggah Baginda memojokkan. Peserta kedua bingung. la pun dijebloskan ke dalam penjara.

Lalu giliran peserta ketiga. la berkata;

"Tuanku yang mulia, sebenarnya ayam tercipta lebih dahulu daripada telur."

"Sebutkan alasanmu." kata Baginda.

"Menurut hamba, yang pertama tercipta adalah ayam betina." kata peserta ketiga meyakinkan.

"Lalu bagaimana ayam betina bisa beranak-pinak seperti sekarang. Sedangkan ayam jantan tidak ada." kata Baginda memancing.

"Ayam betina bisa bertelur tanpa ayam jantan. Telur dierami sendiri. Lalu menetas dan menurunkan anak ayam jantan. Kemudian menjadi ayam jantan dewasa dan mengawini induknya sendiri." peserta ketiga berusaha menjelaskan.

"Bagaimana bila ayam betina mati sebelum ayam jantan yang sudah dewasa
sempat mengawininya?"

Peserta ketiga pun tidak bisa menjawab sanggahan Baginda. la pun dimasukkan
ke penjara.

Kini tiba giliran Abu Nawas. la berkata, "Yang pasti adalah telur dulu, baru
ayam."

"Coba terangkan secara logis." kata Baginda ingin tahu "Ayam bisa mengenal telur, sebaliknya telur tidak mengenal ayam." kata Abu Nawas singkat. Agak lama Baginda Raja merenung. Kali ini Baginda tidak nyanggah alasan Abu Nawas.

Read more...

Abu Nawas Mengecoh Monyet

Mengecoh Monyet

Abu Nawas sedang berjalan-jalan santai. Ada kerumunan masa. Abu Nawas bertanya kepada seorang kawan yang kebetulan berjumpa di tengah jalan.

"Ada kerumunan apa di sana?" tanya Abu Nawas.

"Pertunjukkan keliling yang melibatkan monyet ajaib."

"Apa maksudmu dengan monyet ajaib?" kata Abu Nawas ingin tahu.

"Monyet yang bisa mengerti bahasa manusia, dan yang lebih menakjubkan adalah monyet itu hanya mau tunduk kepada pemiliknya saja." kata kawan Abu Nawas menambahkan.

Abu Nawas makin tertarik. la tidak tahan untuk menyaksikan kecerdikan dan
keajaiban binatang raksasa itu.

Kini Abu Nawas sudah berada di tengah kerumunan para penonton. Karena begitu banyak penonton yang menyaksikan pertunjukkan itu, sang pemilik monyet dengan bangga menawarkan hadiah yang cukup besar bagi siapa saja yang sanggup membuat monyet itu mengangguk-angguk.

Tidak heran bila banyak diantara para penonton mencoba maju satu persatu. Mereka berupaya dengan beragam cara untuk membuat monyet itu mengangguk-angguk, tetapi sia-sia. Monyet itu tetap menggeleng-gelengkan kepala.

Melihat kegigihan monyet itu Abu Nawas semakin penasaran. Hingga ia maju untuk mencoba. Setelah berhadapan dengan binatang itu Abu Nawas bertanya,

"Tahukah engkau siapa aku?" Monyet itu menggeleng.

"Apakah engkau tidak takut kepadaku?" tanya Abu Nawas lagi. Namun monyet itu tetap menggeleng.

"Apakah engkau takut kepada tuanmu?" tanya Abu Nawas memancing. Monyet itu mulai ragu.

"Bila engkau tetap diam maka akan aku laporkan kepada tuanmu." lanjut Abu Nawas mulai mengancam. Akhirnya monyet itu terpaksa mengangguk-angguk.

Atas keberhasilan Abu Nawas membuat monyet itu mengangguk-angguk maka ia mendapat hadiah berupa uang yang banyak. Bukan main marah pemilik monyet itu hingga ia memukuli binatang yang malang itu. Pemilik monyet itu malu bukan kepalang. Hari berikutnya ia ingin menebus kekalahannya. Kali ini ia melatih monyetnya mengangguk-angguk.

Bahkan ia mengancam akan menghukum berat monyetnya bila sampai bisa dipancing penonton mengangguk-angguk terutama oleh Abu Nawas. Tak peduli apapun pertanyaan yang diajukan.

Saat-saat yang dinantikan tiba. Kini para penonton yang ingin mencoba, harus
sanggup membuat monyet itu menggeleng-gelengkan kepala. Maka seperti hari
sebelumnya, banyak para penonton tidak sanggup memaksa monyet itu
menggeleng-gelengkan kepala. Setelah tidak ada lagi yang ingin mencobanya,
Abu Nawas maju. la mengulang pertanyaan yang sama.

"Tahukah engkau siapa daku?" Monyet itu mengangguk.

"Apakah engkau tidak takut kepadaku?" Monyet itu tetap mengangguk.

"Apakah engkau tidak takut kepada tuanmu?" pancing Abu Nawas. Monyet itu tetap mengangguk karena binatang itu lebih takut terhadap ancaman tuannya
daripada Abu Nawas.

Akhirnya Abu Nawas mengeluarkan bungkusan kecil berisi balsam panas.

"Tahukah engkau apa guna balsam ini?" Monyet itu tetap mengangguk .

"Baiklah, bolehkah kugosokselangkangmu dengan balsam?" Monyet itu
mengangguk.

Lalu Abu Nawas menggosok selangkang binatang itu. Tentu saja monyet itu
merasa agak kepanasan dan mulai-panik.

Kemudian Abu Nawas mengeluarkan bungkusan yang cukup besar. Bungkusan
itu juga berisi balsam.

"Maukah engkau bila balsam ini kuhabiskan untuk menggosok selangkangmu?" Abu Nawas mulai mengancam. Monyet itu mulai ketakutan. Dan rupanya ia lupa ancaman tuannya sehingga ia terpaksa menggeleng-gelengkan kepala sambil mundur beberapa langkah.

Abu Nawas dengan kecerdikan dan akalnya yang licin mampu memenangkan sayembara meruntuhkan kegigihan monyet yang dianggap cerdik.

Ah, jangankan seekor monyet, manusia paling pandai saja bisa dikecoh Abu
Nawas!

Abunawas - Sang Penggeli Hati
MB. Rahimsyah

Read more...

Abu Nawas Membalas Perbuatan Raja

Abu Nawas hanya tertunduk sedih mendengarkan penuturan istrinya. Tadi pagi beberapa pekerja kerajaan atas titan langsung Baginda Raja membongkar rumah dan terus menggali tanpa bisa dicegah. Kata mereka tadi malam Baginda bermimpi bahwa di bawah rumah Abu Nawas terpendam emas dan permata yang tak ternilai harganya. Tetapi setelah mereka terus menggali ternyata emas dan permata itu tidak ditemukan. Dan Baginda juga tidak meminta maaf kepada Abu Nawas. Apabila mengganti kerugian. inilah yang membuat Abu Nawas memendam dendam.

Lama Abu Nawas memeras otak, namun belum juga ia menemukan muslihat untuk membalas Baginda. Makanan yang dihidangkan oleh istrinya tidak dimakan karena nafsu makannya lenyap. Malam pun tiba, namun Abu Nawas tetap tidak beranjak. Keesokan hari Abu Nawas melihat lalat-lalat mulai menyerbu makanan Abu Nawas yang sudah basi. la tiba-tiba tertawa riang.

"Tolong ambilkan kain penutup untuk makananku dan sebatang besi." Abu
Nawas berkata kepada istrinya.

"Untuk apa?" tanya istrinya heran.

"Membalas Baginda Raja." kata Abu Nawas singkat. Dengan muka berseri-seri Abu Nawas berangkat menuju istana. Setiba di istana Abu Nawas membungkuk hormat dan berkata,

"Ampun Tuanku, hamba menghadap Tuanku Baginda hanya untuk mengadukan perlakuan tamu-tamu yang tidak diundang. Mereka memasuki rumah hamba tanpa ijin dari hamba dan berani memakan makanan hamba."

"Siapakah tamu-tamu yang tidak diundang itu wahai Abu Nawas?" sergap Baginda kasar.

"Lalat-lalat ini, Tuanku." kata Abu Nawas sambil membuka penutup piringnya. "Kepada siapa lagi kalau bukan kepada Baginda junjungan hamba, hamba mengadukan perlakuan yang tidak adil ini."

"Lalu keadilan yang bagaimana yang engkau inginkan dariku?"

"Hamba hanya menginginkan ijin tertulis dari Baginda sendiri agar hamba bisa dengan leluasa menghukum lalat-lalat itu." Baginda Raja tidak bisa mengelakkan diri menotak permintaan Abu Nawas karena pada saat itu para menteri sedang berkumpul di istana. Maka dengan terpaksa Baginda membuat surat ijin yang isinya memperkenankan Abu Nawas memukul lalat-lalat itu di manapun mereka hinggap.

Tanpa menunggu perintah Abu Nawas mulai mengusir lalat-lalat di piringnya hingga mereka terbang dan hinggap di sana sini. Dengan tongkat besi yang sudah sejak tadi dibawanya dari rumah, Abu Nawas mulai mengejar dan memukuli lalat-lalat itu. Ada yang hinggap di kaca.

Abu Nawas dengan leluasa memukul kaca itu hingga hancur, kemudian vas bunga yang indah, kemudian giliran patung hias sehingga sebagian dari istana dan perabotannya remuk diterjang tongkat besi Abu Nawas. Bahkan Abu Nawas tidak merasa malu memukul lalat yang kebetulan hinggap di tempayan Baginda Raja.

Baginda Raja tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menyadari kekeliruan yang telah dilakukan terhadap Abu Nawas dan keluarganya. Dan setelah merasa puas, Abu Nawas mohon diri. Barang-barang kesayangan Baginda banyak yang hancur. Bukan hanya itu saja, Baginda juga menanggung rasa malu. Kini ia sadar betapa kelirunya berbuat semena-mena kepada Abu Nawas. Abu Nawas yang nampak lucu dan sering menyenangkan orang itu ternyata bisa berubah menjadi garang dan ganas serta mampu membalas dendam terhadap orang yang mengusiknya.

Abu Nawas pulang dengan perasaan lega. Istrinya pasti sedang menunggu di rumah untuk mendengarkan cerita apa yang dibawa dari istana.

Sumber : Abunawas - Sang Penggeli Hati
MB. Rahimsyah

Read more...

Abu Nawas Mendemo Tuan Kadi

Pada suatu sore, ketika Abu Nawas sedang mengajar murid-muridnya. Ada dua orang tamu datang ke rumahnya. Yang seorang adalah wanita tua penjual kahwa, sedang satunya lagi adalah seorang pemuda berkebangsaan Mesir.

Wanita tua itu berkata beberapa patah kata kemudian diteruskan dengan si pemuda Mesir. Setelah mendengar pengaduan mereka, Abu Nawas menyuruh murid-muridnya menutup kitab mereka.

"Sekarang pulanglah kalian. Ajak teman-teman kalian datang kepadaku pada malam hari ini sambil membawa cangkul, penggali, kapak dan martil serta batu."

Murid-murid Abu Nawas merasa heran, namun mereka begitu patuh kepada Abu
Nawas. Dan mereka merasa yakin gurunya selalu berada membuat kejutan dan berada di pihak yang benar.

Pada malam harinya mereka datang ke rumah Abu Nawas dengan membawa peralatan yang diminta oleh Abu Nawas.

Berkata Abu Nawas,"Hai kalian semua! Pergilah malam hari ini untuk merusak Rumah Tuan Kadi yang baru jadi."

"Hah? Merusak rumah Tuan Kadi?" gumam semua muridnya keheranan.

"Apa? Kalian jangan ragu. Laksanakan saja perintah gurumu ini!" kata Abu Nawas menghapus keraguan murid-muridnya. Barangsiapa yang mencegahmu, jangan kau perdulikan, terus pecahkan saja rumah Tuan Kadi yang baru. Siapa yang bertanya, katakan saja aku yang menyuruh merusak. Barangsiapa yang hendak melempar kalian, maka pukullah mereka dan lemparilah dengan batu."

Habis berkata demikian, murid-murid Abu Nawas bergerak ke arah Rumah Tuan Kadi. Laksana demonstran mereka berteriak-teriak menghancurkan rumah Tuan Kadi.

Orang-orang kampung merasa heran melihat kelakukan mereka. Lebih-lebih ketika tanpa basa-basi lagi mereka langsung merusak rumah Tua Kadi. Orang-orang kampung itu berusaha mencegah perbuatan mereka, namun karena jumlah murid-murid Abu Nawas terlalu banyak maka orang-orang kampung tak berani mencegah.

Melihat banyak orang merusak rumahnya, Tuan Kadi segera keluar dan bertanya,"Siapa yang menyuruh kalian merusak rumahku?"



Murid-murid itu menjawab,"Guru kami Tuan Abu Nawas yang menyuruh kami!"

Habis menjawab begitu mereka bukannya berhenti malah terus menghancurkan rumah Tuan Kadi hingga rumah itu roboh dan rata dengan tanah.

Tuan Kadi hanya bisa marah-marah karena tidak orang yang berani membelanya "Dasar Abu Nawas provokator, orang gila! Besok pagi aku akan melaporkannya kepada Baginda."

Benar, esok harinya Tuan Kadi mengadukan kejadian semalam sehingga Abu Nawas dipanggil menghadap Baginda.

Setelah Abu Nawas menghadap Baginda, ia ditanya. "Hai Abu Nawas apa sebabnya kau merusak rumah Kadi itu"

Abu Nawas menjawab,"Wahai Tuanku, sebabnya ialah pada suatu malam hamba bermimpi, bahwasanya Tuan Kadi menyuruh hamba merusak rumahnya. Sebab rumah itu tidak cocok baginya, ia menginginkan rumah yang lebih bagus lagi.Ya, karena mimpi itu maka hamba merusak rumah Tuan Kadi."

Baginda berkata," Hai Abu Nawas, bolehkah hanya karena mimpi sebuah perintah dilakukan? Hukum dari negeri mana yang kau pakai itu?"

Dengan tenang Abu Nawas menjawab,"Hamba juga memakai hukum Tuan Kadi
yang baru ini Tuanku."

Mendengar perkataan Abu Nawas seketika wajah Tuan Kadi menjadi pucat. la terdiam seribu bahasa.

"Hai Kadi benarkah kau mempunyai hukum seperti itu?" tanya Baginda.

Tapi Tuan Kadi tiada menjawab, wajahnya nampak pucat, tubuhnya gemetaran karena takut.

"Abu Nawas! Jangan membuatku pusing! Jelaskan kenapa ada peristiwa seperti ini !" perintah Baginda.

"Baiklah ...... "Abu Nawas tetap tenang. "Baginda.... beberapa hari yang lalu ada seorang pemuda Mesir datang ke negeri Baghdad ini untuk berdagang sambil membawa harta yang banyak sekali. Pada suatu malam ia bermimpi kawin dengan anak Tuan Kadi dengan mahar (mas kawin) sekian banyak. Ini hanya mimpi Baginda. Tetapi Tuan Kadi yang mendengar kabar itu langsung mendatangi si pemuda Mesir dan meminta mahar anaknya. Tentu saja pemuda Mesir itu tak mau membayar mahar hanya karena mimpi. Nah, di sinilah terlihat arogansi Tuan Kadi, ia ternyata merampas semua harta benda milik pemuda Mesir sehingga pemuda itu menjadi seorang pengemis gelandangan dan akhirnya ditolong oleh wanita tua penjual kahwa."

Baginda terkejut mendengar penuturan Abu Nawas, tapi masih belum percaya seratus persen, maka ia memerintahkan Abu Nawas agar memanggil si pemuda Mesir. Pemuda Mesir itu memang sengaja disuruh Abu Nawas menunggu di depan istana, jadi mudah saja bagi Abu Nawas memanggil pemuda itu ke hadapan Baginda.

Berkata Baginda Raja,"Hai anak Mesir ceritakanlah hal-ihwal dirimu sejak engkau datang ke negeri ini."

Ternyata cerita pemuda Mesir itu sama dengan cerita Abu Nawas. Bahkan pemuda itu juga membawa saksi yaitu Pak Tua pemilik tempat kost dia menginap.

"Kurang ajar! Ternyata aku telah mengangkat seorang Kadi yang bejad moralnya."

Baginda sangat murka. Kadi yang baru itu dipecat dan seluruh harta bendanya dirampas dan diberikan kepada si pemuda Mesir.

Setelah perkara selesai, kembalilah si pemuda Mesir itu dengan Abu Nawas pulang ke rumahnya. Pemuda Mesir itu hendak membalas kebaikan Abu Nawas.

Berkata Abu Nawas,"Janganlah engkau memberiku barang sesuatupun kepadaku. Aku tidak akan menerimanya sedikitpun jua."

Pemuda Mesir itu betul-betul mengagumi Abu Nawas. Ketika ia kembali ke negeri Mesir ia menceritakan tentang kehebatan Abu Nawas itu kepada penduduk Mesir sehingga nama Abu Nawas menjadi sangat terkenal.

sumber : Abunawas - Sang Penggeli Hati
MB. Rahimsyah

Read more...

Text

  ©Template by Dicas Blogger.